Irwin.web.id – Membuat merek bukan kasus gampang. Lakukan branding membutuhkan rencana masak dan taktik yang pas beserta syarat pendaftaran merek dagang, karena merek bukan merk atau sekedar citra visual, seperti simbol.
Branding ialah rangkaian usaha untuk mempengaruhi pikiran target audience, sampai pada akhirnya mereka berminat untuk ingin memakai atau konsumsi produk atau layanan syarat pendaftaran merek yang dijajakan.
Karenanya dibutuhkan aktivitas yang umumnya disebutkan merek rencana, untuk merangkum “nyawa” merek, melalui proses merangkum misi serta visi merek, mengurai profile target audience atau customer, tentukan merek positioning, sampai pastikan diferensiasi antara merek mereka dengan pesaing.
Hal tersebut juga yang diulas dalam sisi GetCraft Masterclass seri pertama mengenai merek rencana, yang ditampilkan secara dalam oleh Bayu Syerli Rachmat, Co-Founder dan CMO Mamikos (ex. VP Pemasaran Bukalapak); pada 3 Juli 2019 lalu, melalui kerjasama GetCraft dengan Loket.com dan Avrist.
Di kesempatan itu, Bayu mengutarakan jika salah satu perihal penting pada proses merek rencana ialah tentukan diferensiasi yang membandingkan syarat pendaftaran merek satu merek dengan merek yang lain.
Penetapan itu nanti akan membuat merek berkaitan lebih gampang dikenang audience, serta memancing ketertarikan mereka untuk memakai produk atau layanan yang dijajakan. Karena itu, minimal ada 6 (enam) angle yang dapat diputuskan untuk tentukan karakter merek:
- Produk (product)
- Harga (price)
- Nilai kultural (cultural value)
- Wilayah atau asal produk (provenance)
- Competitive positioning
- (Dan) customer (consumers)
Produk (product)
Pemikiran ini mengutamakan penonjolan detail produk atau keunggulan tehnis. Contoh merek yang kemungkinan tempatkan mereknya di tempat produk, misalkan YouC1000, yang menunjukkan “1000 mg Vitamin C”, yang dipastikan sebagai keunggulan merek itu dibanding produk semacam.
Harga (price)
Merek yang pilih tentukan diferensiasi dari angle ini membandingkan diri berkaitan syarat pendaftaran merek dan nilai ganti atau harga. Keinginannya, customer langsung pahami jika produk atau layanan yang dijajakan lebih ekonomis dibanding pesaing.
Misalnya Alfamart. Mereka tampilkan kalimat “Berbelanja senang, harga cocok” sebagai tagline untuk menunjukkan segi ekonomis; atau obat nyamuk HIT, yang mengatakan “Yang tambah mahal banyak”.
Nilai kultural (cultural value)
Ada juga opsi untuk tentukan branding-nya berdasar penonjolan nilai kultural, yang tempatkan mereka tidak cuma sebagai merek tetapi sisi dari kultur, society, hal yang memengaruhi sikap sosial.
Ini lebih wajar dilaksanakan oleh brand-brand besar, seperti Nike (Just Do It), Apple (Think Different), atau Google (Don’t Be Evil); karena (kecuali) banyak orang sudah mengetahui mengenai mereka, atau karena variasi produk dan layanan yang dijajakan sangat bervariatif, hingga susah bila cuman diwakilkan oleh (misalkan) detail produk, atau harga.
Wilayah atau asal produk (provenance)
Ada juga pemikiran yang mengusung asal produk atau wilayah tertentu sebagai sisi khusus dari mereknya. Umumnya dihubungkan dengan integritas atau ciri-ciri simbolik dari wilayah asal tersebut; contoh merek cokelat yang menunjukkan Belgia, karena wilayah itu populer kualitas cokelatnya. Atau merek restaurant yang memprioritaskan Indonesia sebagai ciri-ciri mereknya, karena itu kemungkinan restaurant itu memberi sentuhan ukir-pahatan ciri khas Indonesia pada interiornya.
Misalnya, Shinzu’i yang mengatakan diri sebagai “Perawatan kulit asal Jepang”, untuk memancing ketertarikan calon customer yang ingin rasakan kesan produk import atau mempunyai kulit seperti orang Jepang. Atau, Marlboro yang tampilkan koboi dan citra Amerika untuk menarik calon customer yang ingin berasa jantan seperti seorang koboi dari Amerika.
Competitive positioning
Pendekatan ini mengunggulkan segi bersaing merek untuk membandingkan diri dari pesaingnya. Bisa disebabkan prestasi, atau (mungkin) sekedar claim untuk memperjelas status merek di pasar. Wajarnya, keyword dalam pendekatan ini ialah “yang pertama”, “terbaik”, “paling inovatif”, dst.
Misalnya, merek pelumas Hebat 1 yang mengatakan “Oli Synthetic Mobil dan Motor Terbaik”, atau Bank Berdikari yang memakai kata “paling depan” dan “paling dipercaya”. Keinginannya, customer cenderung pilih produk yang “-ter” dalam kelasnya.
Customer (consumers)
Lalu, ada juga pendekatan diferensiasi yang konsentrasi pada customer. Umumnya pada mode ini, merek menyebutkan target customer secara detil pada pesan marketingnya. Contoh, Tolak Angin, yang dikenali melalui kalimat “Orang Pandai Minum Tolak Angin”, dengan keinginan beberapa orang yang berasa atau ingin pandai, semestinya konsumsi produk itu.